Tujuan pokok konsep ini adalah
mengidentifikasi berbagai atribut penghasilan dari sudut pandang perpajakan.
Istilah penghasilan memang sudah dikenal oleh masyarakat luas, bahkan oleh
mereka yang tidak berpenghasilan sekalipun. Dua masalah pokok yang menyangkut
penentuan jumlah penghasilan, yaitu :
pengertian atau definisi penghasilan itu
sendiri
metode-metode pengukurannya
Konsep Ekonomik
Para ekonom mendefinisikan
penghasilan sebagai jumlah (barang dan jasa) yang dalam jangka waktu tertentu
bisa dikonsumsikan oleh suatu entitas, tanpa mengakibatkan berkurangnya modal.
Para ekonom menggunakan menggunakan pendekatan pemeliharaan capital (equity
atau capital maintenance approach) didalam menentukan penghasilan suatu entitas
dalam suatu periode.
Penghasilan = (Modal Akhir) –
(Modal Awal), atau
Penghasilan = (Nilai Konsumsi Barang/Jasa)
+/- (Perubahan Modal)
Dengan pendekatan ekuitas,
besar kecilnya penghasilan dalam suatu periode ditentukan dengan cara
membandingkan total nilai atau harga pasar (fair market value) dari modal atau
aktiva bersih pada akhir dan awal periode terkait (selain yang berasal dari
setoran dan penarikan kembali modal). Penghasilan diukur berdasar kenaikan
(atau penurunan) nilai kekayaan atau modal yang dimiliki oleh suatu entitas
ditambah dengan nilai (harga pasar) dari barang atau jasa yang dikonsumsi dalam
suatu periode.
Dengan demikian, menurut
konsep ekonomik penghasilan adalah sama dengan jumlah dari nilai (harga pasar)
barang atau jasa yang sesungguhnya dikonsumsikan oleh suatu entitas ditambah
kenaikan dan/atau dikurangi penurunan nilai barang atau jasa yang dapat atau
bersedia untuk dikonsumsikan di kemudian hari atau dalam periode-periode
berikutnya.
Konsep ekonomi tentang
penghasilan menekankan pada nilai barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsikan
atau kemampuan konsumsi dari suatu entitas. Penghasilan diukur berdasar
kemampuan dari suatu entitas untuk mengkonsumsikan barang dan jasa, yang
seringkali juga disebut sebagai daya beli (purchasing power) atau pendapatan
riil (real income). Tiga aspek fundamental di dalam konsep ekonomik tentang penghasilan
tersebut :
Konsep ekonomik tentang penghasilan
merupakan suatu konsep yang sangat luas cakupannya.
Konsep ekonomik tentang penghasilan
meliputi keuntungan dan kerugian, baik yang sudah maupun yang belum
direalisasikan (realized and unrealized gains and losses).
Konsep ekonomik tentang penghasilan
mengharuskan untuk dipertimbangkannya efek atau pengaruh perubahan tingkat
harga, penurunan daya beli uang atau inflasi.
Di dalam mengukur perubahan
nilai, para ekonom menggunakan pendekatan atau sudut pandang yang di sebut
current perspective, dan oleh karena itu menekankan pada nilai sekarang.
Sementara itu, nilai atau harga historis dianggap kurang relevan. Problem utama
penggunaan nilai sekarang sebagai dasar pengukuran adalah karena nilai sekarang
bersifat subyektif, terutama apabila tidak ada atau tidak tersedia pasar dari
barang atau jasa yang diperlukan untuk mengkonfirmasikan harga-harga tersebut.
Perubahan (kenaikan atau
penurunan nilai) dari suatu barang atau jasa yang diukur tidak berdasar pada
transaksi yang sesungguhnya terjadi disebut keuntungan atau laba yang belum
direalisasikan (unrealized gains) atau kerugian yang belum sesungguhnya terjadi
(unrealized loss), dan oleh karena itu pantas diragukan obyektivitasnya.
Penekanan daya beli, menuntut
harus juga dipertimbangkan efek inflasi (penurunan daya beli uang) sebagai
salah satu faktor penyesuaian di dalam pengukuran penghasilan. Kenaikan nilai
barang dan jasa yang semata-mata disebabkan oleh perubahan daya beli uang
(dalam hal ini penurunan) tidak bisa dipandang sebagai penghasilan, karena
kenaikan nilai tersebut tidak diikuti oleh bertambahnya kemampuan untuk
mengkonsumsi barang atau jasa. Maka dari itu, penghasilan sebagai tambahan
kemampuan ekonomis dari suatu entitas, harus diukur berdasar nilai rupiah
konstan.Untuk itu, diperlukan adanya suatu indek (nilai unit moneter) pada saat
tertentu yang disebut tingkat harga tahun dasar atau base period. Nilai rupiah
yang sekarang berlaku harus dikonversikan ke dalam nilai rupiah konstan
berdasar indeks harga pada tahun dasar tersebut. Menurut konsep ekonomik,
kenaikan atau penurunan nilai barang atau jasa sebagai penghasilan atau
kerugian (dalam pengertian unrealized gains or losses) berdasar formula
perhitungan sebagai berikut :
Penghasilan (Kenaikan Nilai Saham) = (Nilai
Saham Akhir Tahun) – (Nilai Saham Awal Tahun)
Kerugian (Penurunan Nilai Saham) = (Nilai
Saham Awal Tahun) – (Nilai Saham Akhir Tahun)
Konsep Akuntansi
Para akuntan menggunakan
pendekatan transaksi (transaction approach) dan konsep harga pertukaran
(exchange price) sebagai dasar pengukuran penghasilan. Alasan utama
digunakannya pendekatan dan harga demikian adalah karena transaksi yang
sesungguhnya terjadi dan harga pertukaran bersifat obyektif dan dapat diverifikasi
kebenarannya. Pendekatan transaksi dan harga pertukaran sebagai dasar
pengukuran penghasilan bukan tanpa kelemahan atau keterbatasan. Salah satu
kelemahan dari penggunaan konsep harga pertukaran adalah karena penghasilan
diukur hanya berdasar jumlah rupiah absolut, tanpa mempetimbangkan kemungkinan
adanya perubahan tingkat harga atau penurunan daya beli/inflasi.
Suatu penghasilan, termasuk
keuntungan dianggap belum diperoleh atau belum direalisasikan sampai dengan
penghasilan dan/atau keuntungan dapat diasosiasikan dengan transaksi atau
peristiwa tertentu yang bisa mengakibatkan timbulnya penghasilan dan/atau
keuntungan tersebut. Artinya, jasa sudah harus diberikan atau barang sudah
harus dijual, diserahkan, ditukarkan, atau dikonversikan menjadi barang atau
jasa yang lain terlebih dahulu; sebelum sejumlah penghasilan dan/atau
keuntungan dianggap telah diperoleh (earned), direalisasikan (realized), atau
dapat direalisasikan (realizable). Konsep yang berkaitan dengan saat pengakuan
penghasilan dan/atau keuntungan semacam itu oleh para akuntan atau didalam
akuntansi seringkali disebut sebagai konsep atau prinsip realisasi pendapatan.
Pada hakekatnya, penghasilan
adalah sama dengan jumlah nilai barang dan jasa yang dikonsumsikan dalam suatu
periode ditambah kenaikan nilai kekayaan atau modal dalam periode terkait.
Hanya saja, didalam mengukur perubahan nilai kekayaan atau modal; konsep
akuntansi menggunakan harga pertukaran (harga historis atau nilai perolehan dan
bukan nilai atau harga yang sekarang berlaku atau current value). Oleh karena
harga pertukaran (harga historis atau nilai perolehan) tidak berubah sebagai
akibat perjalanan waktu; maka tidak ada perubahan nilai yang perlu diakui atau
dicatat sampai dengan terjadinya suatu transaksi di kemudian hari. Sebagai
akibatnya, menurut konsep akuntansi tidak mengakui keuntungan yang belum
direalisasikan sebagai suatu komponen penghasilan. Namun sebaliknya, menurut
konsep akuntansi; kerugian yang kemungkinan besar akan terjadi dan sudah dapat
ditentukan jumlahnya dalam banyak hal harus diakui.
Pengalaman tingkat inflasi
yang relatif tinggi dibeberapa negara maju, telah membuat sebagian akuntan
untuk memikirkan kembali kemungkinan diaplikasikannya model-model akuntansi
dengan mempertimbangkan perubahan tingkat harga (current cost accounting model,
general price level accounting model, replacement cost accounting model); yang
sebagai konsekuensinya harus mengakui keuntungan yang belum direalisasikan
sebagai komponen penghasilan. Namun pada umumnya, para akuntan tetap bersikukuh
untuk tidak beranjak dari model akuntansi berdasar harga historis (historis
cost accounting model), yang tidak mengakui keuntungan yang belum
direalisasikan sebagai komponen penghasilan.
Secara garis besar, perbedaan
antara konsep akuntansi dengan konsep ekonomik menyangkut penghasilan dapat
diakui sebagai berikut. Menurut konsep ekonomik, penghasilan meliputi semua
keuntungan dan kerugian; dari manapun sumbernya, yang didalam pengukuran atau
penentuan jumlahnya harus mempertimbangkan efek perubahan tingkat harga. Sedang
menurut konsep akuntansi, penghasilan hanya meliputi keuntungan yang
direalisasikan dan semua kerugian (termasuk yang belum sesungguhnya terjadi
namun besar kemungkinannya akan terjadi); yang di dalam pengukuran atau
penentuan jumlahnya tidak perlu mempertimbangkan efek perubahan tingkat harga.
Prinsip Realisasi dan
Pengakuan Penghasilan
Diakui bahwa pada umumnya,
konsep penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan lebih mendekati
konsep akuntansi daripada konsep ekonomik.
Realisasi Penghasilan
Istilah realisasi
didefinisikan sebagai saat dimana ketidakpastian yang berkaitan dengan jumlah
uang yang pada akhirnya akan diterima tidak lagi tampak; sehingga tidak
terdapat lagi keraguan untuk mengakui dan melaporkan adanya sejumlah
penghasilan. Adanya perubahan (dalam hal ini kenaikan) nilai dari sumber-sumber
ekonomi; secara rasional dapat diukur atau ditentukan jumlahnya. Oleh karena
itu, penekanan harus diberikan kepada transaksi, kejadian, atau keadaan; sebagai
aspek krusial dalam keseluruhan proses untuk memperoleh penghasilan. Dengan
transaksi, kejadian, atau keadaan sebagai acuan, maka secara garis besar
penghasilan harus diakui pada saat diperoleh (earned), direalisasikan
(realized), atau dapat direalisasikan (realizable).
Tergantung pada sifat dan
jenis pekerjaan atau usaha, serta industri dan masing-masing entitas; transaksi
atau peristiwa yang dianggap krusial tersebut bisa berupa saat terjadinya:
Penjualan barang atau penyerahan jasa
Penerimaan kas
Diselesaikannya proses produksi atau
kegiatan konstruksi
Saat diselesaikannya tahap-tahap tertentu
dari suatu proses produksi atau kegiatan konstruksi.
Dalam banyak hal, prinsip
realisasi dan pengakuan penghasilan yang dianut oleh Undang-Undang Pajak sama
seperti halnya yang dianut oleh Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Namun
demikian, dalam setiap hal; UU Pajak biasanya mengatur secara lebih spesifik, serta
tidk memberikan banyak alternatif. Lebih dari itu, UU Pajak dapat dikatakan
lebih konsisten di dalam menggunakan transaksi atau kejadian sebagai acuan
didalam mengakui penghasilan (dan biaya sebagai pengurang penghasilan bruto).
Pengakuan penghasilan atas kontrak jangka panjang misalnya, sementara SAK
memperkenankan baik metode kontrak selesai maupun metode persentase
penyelesaian; UU Pajak hanya memperkenankan metode persentase penyelesaian.
Demikian pula menyangkut pengakuan terhadap Biaya Kerugian Piutang sebagai
pengurang penghasilan bruto. Sementara SAK memperkenankan baik metode cadangan
maupun metode penghapusan langsung untuk mengakui biaya kerugian piutang.
Dihadapkan pada ketidakpastian, dalam banyak hal SAK lebih toleran dibanding UU
Pajak. Hal ini disebabkan oleh karen di dalam mengakui penghasilan (pendapatan,
keuntungan, dan kerugian) disamping didasarkan pada konsep realisasi, SAK juga
menganut konsep konservatisme, yang dapat dikatakan tidak di kenal dalam UU
Pajak.
Sisi lain yag membuat aplikasi
prinsip realisasi penghasilan berbeda antara SAK dengan UU Pajak, adalah
terletak pada konsistensinya. Dalam kaitan ini, barangkali tidak salah apabila
dikatakan UU Pajak relatif lebih taat asas daripada SAK. Konsistensi di dalam
mengaplikasikan prinsip realisasi penghasilan mutlak diperlukan dalam UU Pajak,
dengan dua alasan yaitu untuk efisiensi di dalam administrasinya dan untuk
menjamin obyektivitas dan perlakuan yang adil bagi semua Wajib Pajak. Adalah
mustahil untuk bisa mencipatakan suatu sistem admistrasi yang efisien,
obyektif, dan dirasakan adil bagi semua Wajib Pajak terhadap adanya penghasilan
yang belum direalisasikan dab biaya yang belum sesungguhnya terjadi; yang pada
umumnya harus di dasarkan pada taksiran.
SUMBER : http://kumpulan-artikel-ekonomi.blogspot.com/2009/07/konsep-dasar-penghasilan-pengukuran-dan.html
0 komentar:
Posting Komentar